Jumat, 25 Desember 2015

etika_profesi

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang



Pada dasarnya orang tidak bisa hidup sendiri. Sebagian besar tujuannya dapat terpenuhi apabila ada interaksi sosial dengan orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri karena manusia memiliki kebutuhan terhadap manusia lainnya.Karena itulah biasanya manusia berkumpul dan membentuk kelompok, yang disebut dengan organisasi. Karang Taruna, perusahaan, kerajaan, negara, adalah bentuk-bentuk dari organisasi. Bahkan sebuah organisasi kejahatan pun pada dasarnya juga adalah sebuah organisasi, dimana mereka bergabung dan berkumpul karena memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Organisasi yang paling kecil yang kerap kita jumpai adalah keluarga.Keluarga pada hakikatnya adalah sebuah organisasi. Keluarga adalah satuan organisasi terkecil yang pertama  kali dikenal oleh setiap manusia. 



1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan profesi dan profesionalisme   itu ?
2. Apa yang dimaksud dengan kode etik profesi itu ?
3. Apa syarat-syarat sebuah profesi ?
4.Bagaimana penetapan kode etik itu ?
5. Apa fungsi kode etik profesi itu ?
6. Apa saja sanksi pelanggaran kode etik tersebut ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pergertian profesi dan profesionalisme
2. Mengetahui pergertian  kode etik profesi
3. Mengetahui syarat-syarat sebuah profesi
4.Mengetahui penetapan kode etik
5. Mengetahui fungsi kode etik profesi
6. Mengetehaui sanksi pelanggaran kode etik

01

BAB 2
PEMBAHASAN


2.1Profesi dan Profesionalisme

1. Pengertian Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu.

2. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus. “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya.


3.Pergertian Teknisi Gigi
Tekniksi Gigi adalah suatu profesi yang bekerja merestorasi atau memperbaiki gigi untuk mengembalikan fungsi gigi dan jaringan dalam mulut. Tujuannya adalah memelihara atau mengembalikan kesehatan gigi dan mulut sebagai mana mestinya.

Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.

02

2.2 kode etik profesi

kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Kode etik profesi adalah sutu norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus manjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat, sehingga jika satu anggota berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar dimata masyarakat ( Bertens dalam Abdulkadir Muhammad, 1997:77 ).

2.3 Syarat-Syarat Suatu Profesi




1.Melibatkan kegiatan intelektual;
2.Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus;
3.Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan;
4.Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan;
5.Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen;
6.Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi;
7.Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.;
8.Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik






03


2.4 Penetapan Kode Etik

Kode etik hanya dapat di tetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Dengan demikian penetapan kode etik tidak boleh ditetapkan secara perorangan tetapi harus dilakukan oleh organisasi, sehingga orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggotan profesi, tidak dapat dikenakan aturan yang ada dalam etik tersebut. Kode etik hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakan disiplin di kalangan profesi tersebut.
Jika setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis bergabung dalam suatu organisasi, maka ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi,


2.5 Fungsi Kode Etik Profesi
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional.

Biggs dan Blocher mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 
1.    Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
2.    Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. 
3.    Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.


Tujuan Kode Etik

Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:


04

·       Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.


·       Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.

·       Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

·       Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
05

·       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.


2.6 Sanksi pelanggaran kode etik


Berikut adalah kemungkinan sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran kode etik :
v  Mendapat peringatan
Pada tahap ini, si pelaku akan mendapatkan peringatan halus, misal jika seseorang menyebutkan suatu instansi terkait (namun belum parah tingkatannya) bisa saja ia akan menerima email yang berisi peringatan, jika tidak diklarifikasi kemungkinan untuk berlanjut ke tingkat selanjutnya, seperti peringatan keras ataupun lainnya
v  Pemblokiran
Mengupdate status yang berisi SARA, mengupload data yang mengandung unsur pornografi baik berupa image maupun .gif, seorang programmer yang mendistribusikan malware. Hal tersebut adalah contoh pelanggaran dalam kasus yang sangat berbeda-beda, kemungkinan untuk kasus tersebut adalah pemblokiran akun di mana si pelaku melakukan aksinya.


Misal, sebuah akun pribadi sosial yang dengan sengaja membentuk grup yang melecehkan agama, dan ada pihak lain yang merasa tersinggung karenanya, ada kemungkinan akun tersebut akan dideactivated oleh server. Atau dalam web/blog yang terdapat konten porno yang mengakibatkan pemblokiran web/blog tersebut

06

v  Hukum Pidana/Perdata
“Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud” (Pasal 23 ayat 3)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya” (Pasal 33)

“Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan” (Pasal 39)
Adalah sebagian dari UUD RI No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) yang terdiri dari 54 pasal. Sudah sangat jelas adanya hukum yang mengatur tentang informasi dan transaksi yang terjadi di dunia maya, sama halnya jika kita mengendarai motor lalu melakukan pelanggaran misal dengan tidak memiliki SIM jelas akan mendapat sanksinya, begitu pun pelanggaran yang terjadi dalam dunia maya yang telah dijelaskan dimulai dari ketentuan umum, perbuatan yang dilarang, penyelesaian sengketa, hingga ke penyidikan dan ketentuan pidananya telah diatur dalam UU ITE ini

ü Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
·        Alasan ekonomiàkebutuhan individu, misalnya :Korupsi
·        Tidak ada pedoman Area “abu-abu”, sehingga tak ada panduan
·        Perilaku dan kebiasaan individu (kebiasaan yang terakumulasi tak dikoreksi)
·         lingkungan tidak etis (pengaruh komunitas)
·         Perilaku orang yang ditiru (efek primodialisme yang kebablasan)
·        Sanksi Pelanggaran Etika
·        Sanksi social skala relative kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat “dimaafkan”.
·        Sanksi hokum skala besar, merugikan hak pihak lain. Hukum pidana menempati prioritas utama dan hiikuti hokum perdata.




07
Dalam setiap penetapan aturan atau tata tertib, maka tidak lepas dengan yang namanya sanksi bagi para pelanggar peraturan atau tata tertib tersebut. Begitu juga dalam penetapan kode etik sebuah profesi, maka juga ada sanksi-sanksi yang bagi anggota yang melanggar kode etik tersebut. Menurut Mulyasa (2007:46) menjelaskan, bahwa sanksi pelanggaran kode etik tersebut adalah sebagai berikur :

1. Sanksi moral, berupa celaan dari rekan-rekannya. Karena pada umumnya kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

2. Sanksi dikeluarkan dari organisasi, merupakan sangsi yang dianggap terberat
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar.

















08

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Profesi adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
 profesi secara umum memiliki enam kriteria atau syarat-syarat, yaitu:
1. Spesialisasi
2. Keahlian dan keterampilan
3. Tetap atau terus menerus
4. Mengutamakan pelayanan
5. Tanggung jawab
6. Organisasi profesi

Kode etik profesi adalah sutu norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus manjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat, sehingga jika satu anggota berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar dimata masyarakat

3.2 Saran

Teknik gigi termasuk salah satu profesi yang masih kurang dikenal secara umum di telinga masyarakat. Salah satu penyebabnya mungkin karena masih minimnya upaya pengenalan Teknik Gigi agar lebih dikenal dan dipahami oleh masyarakat luas. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah peminatnya, sehingga profesi ini masih tetap berada di lingkup skala kecil.
Untuk menjadi tekniker, kita harus menempuh jalur pendidikan selama beberapa tahun untuk mendapatkan bekal, pengetahuan, dan pengalaman yang cukup untuk nanti terjun kelapangan.Seseorang lulusan Teknik Gigi disebut Teknisi Gigi atau Tekniker Gigi. Salah satu hal yang dikerjakan oleh Teknisi Gigi adalah membuat suatu protesa atau gigi palsu.
09

DAFTAR PUSTAKA

pengertian profesi http://sherlyarianti.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Pengertian Profesi, Profesionalisme, dan Profesionalisasi http://rivaisriva.blogspot.com/2012/03/pengertian-profesi-profesionalisme-dan.html

profesi http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi
syarat syarat sebuah profesi http://nisaraihani.blogspot.com/2010/04/syarat-syarat-suatu-profesi.html
penetapan kode etik  http://www.sarjanaku.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html
sanksi pelanggaran kode etik profesi http://redys6c.blogspot.com/2012/05/sanksi-pelanggaran-kode-etik.html




ANGGA NURUNDA PUTRA

Sabtu, 10 Oktober 2015

Pemulasan Secara Mekanik Kerangka Logam Gigi Tiruan



BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Data Tokyo Medical and Dental University  antara tahun 2003 dan 2005, dari 169 pasien dengan dibuatkan 184 removable partial dentures (gigi tiruan sebagian lepasan). Gigi tiruan sebagian lepasan terbuat dari basis akrilik atau kerangka  logam CoCr.  Terdapat 118 pasien (70%) yang telah menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan. Dari 118 pasien, 42 (36%) menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan terbuat dari basis kerangka logam CoCr (Yoshida, 2011). Di Brazil hanya 8 dari 87 laboratorium yang mempunyai fasilitas untuk membuat gigi tiruan sebagian lepasan terbuat dari kerangka  logam CoCr (Arcelino, 2012).
Salah satu tahap pembuatan kerangka logam gigi tiruan adalah polishing. Polishing (pemulasan) merupakan tahap penyelesaian yang sangat penting dari kerangka logam gigi tiruan. Tujuan dari pemulasan adalah membuat gigi tiruan mengkilap tanpa mengubah bentuk, dan semua goresan dan bagian yang tajam harus hilang (Bassam dkk, 2008).                                                                          
Pemulasan kerangka logam gigi tiruan ada dua cara yaitu, Pemulasan secara mekanik (mechanical polishing) dan pemulasan secara elektrik (electro polishing) (Dubravka dkk, 2003). Cara yang biasa digunakan di laboratorium adalah electro polishing. Kelebihan dari electro polishing adalah memudahkan pemulasan gigi tiruan kerangka logam agar di dapat  permukaan yang lebih halus, karena  pemulasan tanpa material tajam, sehingga tidak ada munculnya goresan baru, sedangkan kekurangan dari electro polishing adalah perlu  pertimbangan  yang benar, karena bila salah pengerjaannya, berakibat  kehilangan ketebalan  massa lebih besar  sehingga akan memperlemah retensi dan stabilitas (Rodrigues, 2013).
Proses electro polishing perlu pengerjaan dan prosedur yang benar, karena bila salah pengerjaanya akan mengakibatkan kerangka logam tidak bisa dipakai, karena pada electro polishing terjadi proses pengambilan sedikit mungkin pada permukaan  gigi tiruan kerangka logam yang dialiri arus listrik, (Dobrev dkk, 2006) jika kehilangan ketebalan  massa lebih besar, kerangka logam menjadi tipis dan longgar yang akan memperlemah retensi dan stabilitas. Maka ada suatu cara memulas kerangka logam gigi tiruan secara mekanik agar tidak kehilangan massa.
Pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik  memerlukan beberapa  alat-alat  seperti grinding, stone, diamond, rubber, brush, pasta polishing, (Dubravka dkk, 2003).
Pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik dapat digunakan pada logam Cobalt Chronium dan Nickel Chronium. Menurut (Osvaldo dkk, 2004), bahwa pemulasan kerangka logam gigi tiruan dengan logam Cobalt Chronium dan Nickel Chronium didapatkan hasil tidak ada kehilangan massa sedikit pun.
Karena proses pemulasan kerangka logam merupakan hal yang sangat penting maka penulis ingin membahas tentang pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik, agar gigi tiruan tidak kehilangan retensi dan stabilitas serta di dapatkan hasil yang memuaskan.

1.2. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas timbul suatu permasalahan yaitu bagaimana cara pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik.

I.3. Tujuan Penulisan
            Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui cara pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik.

I.4. Manfaat Penulisan
            Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kepada Dokter Gigi, Mahasiswa, dan Teknisi gigi tentang cara pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gigi Tiruan Lepasan
            Gigi tiruan lepasan (removable denture) adalah gigi tiruan yang dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh si pemakai. Gigi tiruan lepasan dibagi menjadi 2 yaitu gigi tiruan  lengkap lepasan (removable full denture)  dan gigi tiruan sebagian lepasan  (removable partial denture). Gigi tiruan lengkap lepasan (removable full denture) adalah gigi tiruan yang menggantikan gigi asli yang hilang, serta dapat dilepas dan dipasang oleh pemakainya, sedangkan gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi, tetapi tidak semua gigi serta jaringan sekitarnya dan didukung oleh gigi yang sehat atau jaringan dibawahnya, serta dapat dilepas dan dipasang oleh pemakainya (Deadwood, 2008).                                                                
            Dibidang kedokteran gigi, ada beberapa jenis bahan yang dipergunakan untuk pembuatan gigi tiruan lepasan yaitu gigi tiruan lepasan resin akrilik dan gigi tiruan kerangka logam (Mozartha, 2010).

II.2.  Gigi Tiruan Kerangka Logam.                                           
              Gigi tiruan kerangka logam adalah satu jenis gigi tiruan lepasan yang dibuat dari logam tuang, mempunyai komponen yang terdiri dari basis, sadel, retainer langsung, retainer tidak langsung, konektor utama, konektor tambahan terbuat dari logam tuang  beserta anasir gigi tiruan yang terbuat dari akrilik atau porselen. Kelebihan gigi tiruan kerangka logam di banding gigi tiruan akrilik adalah rigid, bisa dibuat setipis mungkin, tidak mudah patah, lebih nyaman dipakai penderita, sedangkan kekurangannya lama pengerjaanya, lebih mahal, tidak bisa dilakukan rebasing  (Prabowo, 2008). Menurut Gunadi (1995), gigi tiruan kerangka logam merupakan gigi tiruan yang terbuat dari kerangka logam yang telah melalui proses malam dan pengecoran logam diatas model duplikasi.
              Bahan utama dari basis gigi tiruan kerangka logam adalah logam campur (alloy). Karena low density,  tahan  terhadap  tarnish  dan korosi  dan modulus elastisitas tinggi, tidak menyerap air,  rigid, lebih higenis dan nyaman bila dipakai (Renu dkk, 2010).                                                      Walaupun pada prinsipnya sama, proses pembuatan gigi tiruan kerangka logam agak berbeda dengan gigi tiruan resin akrilik. Untuk kerangka logam, model kerja dibutuhkan sampai selesainya tahap survey dan block out.  Dalam  peran  berikutnya,  peran  model kerja ini digantikan dengan model refraktori, karena model refraktori diikutsertakan dalam proses pembuangan malam dan pengecoran logam (Gunadi, 1995).

II.2.1. Tahap Pembuatan Kerangka Logam Gigi Tiruan.
              Menurut  (Gunadi, 1995),  Kerangka Logam Gigi Tiruan memiliki beberapa tahap  pembuatan yaitu:
1.  Survey                                                                                                                     Survey adalah suatu prosedur untuk mengetahui letak kontur terbesar gigi, serta mendapatkan atau mengilangkan atau menembus daerah undercut dari gigi dan jaringan pada model kerja dengan alat surveyor.
2.  Blockout                                                                                                 Blockout adalah tahap yang dilakukan untuk menghilangkan daerah undercut pada tahap ini dipergunakan spesial malam blok out atau carving block.
3.  Duplikasi                                                                                              Duplikasi adalah proses duplikasi dari model kerja yang ada menjadi model refraktori yang dibuat dari bahan tanam tuang yang tahan terhadap pemanasan dengan suhu tinggi. Bahan pembuat cetakannya berupa agar jenis revesible (revesible hidrokoloid).  Sedangkan  bahan yang digunakan sebagai model refaktori dibuat dengan jalan mengisi cetakan hidrokoloid dengan bahan tanam tuang (investment material).
4.  Coating                                                                                                   Coating adalah tahap pencelupan model duplikasi ke dalam larutan malam  lebah  (bees wax)  atau  model  hardener  untuk  mendapatkan permukaan model kerja yang halus menutup pori pori dan tidak mudah menyerap air.
5.  Wax Up                                                                                                                 Wax Up adalah tahap pembuatan model malam kerangka logam dibuat sesuai dengan gambar atau desain pada model duplikasi. Malam dipasang dibentuk pada model duplikat, pola malam tidak dilepas dari model duplikat, malam yang dipakai adalah malam siap pakai (wax pattern plastic pattern).
6.  Spruing                                                                                                                 Tahap spruing adalah tahap penancapan sprue pada crucible. Sprue adalah saluran untuk mengalirkan logam cair dari crucible ke rongga cetakan selama proses pengecoran.
7.  Investing                                                                                                  Investing adalah tahap pengisian model duplikasi dengan bahan tanam dalam casting ring. Tujuan dilakukan investing untuk membentuk  mould yang  akan  dialiri  logam  untuk  menjadikan kerangka logam. Pengisian dilakukan diatas vibrator dan tetap digetarkan sampai bagian atas terbentuk gel.
8.  Burn Out                                                                                                                 Burn Out adalah  tahap  pembuangan  pola  malam yang telah ditanam, kemudian dipanaskan secara pelan-pelan dalam tanur dengan temperature sampai 300˚C. Tahap ini dilakukan sampai semua bahan malam yang membentuk pola, selesai menguap.
9.  Casting                                                                                                     Casting   adalah   proses   pengecoran   atau  pelelehan   logam   yang kemudian dialirkan ke mould yang ada hingga terisi penuh.
10. Sandblasting                                                                                            Tahap Sandblasting ini adalah tahap membersihkan bahan tanam yang masih melekat pada kerangka logam setelah proses penuangan logam termasuk menghilangkan lapisan oksida sampai tuntas dengan cara penyemburan pasir halus, terutama bagian yang menghadap  gigi dan mukosa.
11. Finishing dan Polishing                                                                    Finishing (penyelesaian) adalah proses untuk menghasilkan bentuk akhir dan kontur dari restorasi, sedangkan Polishing (pemulasan) adalah rangkaian prosedur yang berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan yang terjadi dari proses pekerjaan sebelumnya hingga permukaan tersebut mengkilap. Tahap finishing dan polishing adalah tahap penyelesaian dari kerangka logam. Di awali  dengan  pemotongan  sprue  pada  bagian  yang  sedekat mungkin pada rangka dengan memakai cut disk. Dengan unmounted stone dihilangkan kelebihan bekas sprue juga bagian rangka yang  kelebihan pada saat waxing. Claps dan rangkaian gigi tiruan disempurnakan bentuknya dengan mounted stone.
12. Electropolishing                                                                                     Electropolishing  adalah  proses  elektro   kimia  yang  menghilangkan sebagian partikel logam, tahap pencelupan bagian kerangka logam kedalam rendaman elektrolit.



II.3. Pemulasan Kerangka Logam Gigi Tiruan                                    Pemulasan kerangka logam gigi tiruan adalah proses menghilangkan sebagian partikel logam dengan cara menggerinda untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan pada permukaan logam yang terjadi dari proses pekerjaan sebelumnya yang dapat  mempengaruhi   fungsi   dan   penampilan.  Pemulasan secara mekanik meliputi gerinda, dan proses mengilapkan untuk meningkatkan fungsional serta estetik (Park, 2014). Pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik memerlukan beberapa  alat-alat seperti grinding, stone, diamond, rubber, brush, pasta polishing (Dubravka, 2003).                                                 Tujuan utama pemulasan kerangka logam secara mekanik adalah  untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan yang terjadi dari proses pekerjaan sebelumnya pada permukaan logam. Pemulasan  kerangka logam gigi tiruan secara mekanik dapat digunakan pada logam Cobalt Chronium dan Nickel Chronium. Menurut (Osvaldo dkk, 2004), bahwa  pemulasan  kerangka  logam  gigi  tiruan   dengan  logam  Cobalt Chronium dan Nickel Chronium didapatkan hasil tidak ada kehilangan massa sedikit pun.                                                                                         Manfaat  utama pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik adalah  untuk  menghaluskan, mengkilatkan,  serta mencerahkan permukaan logam,  sehingga  menambah  ketahanan  kerangka  logam   dan  membuat proses pembersihan menjadi mudah dalam waktu yang relative singkat  (Park, 2014).

II.4.  Pemulasan Secara  Mekanik Kerangka Logam Gigi Tiruan
           Menurut (Rodrigues, 2013 dan Carr, 2011) tahap pemulasan secara mekanik kerangka logam gigi tiruan sebagai berikut,
II.4.1. Alat dan Bahan Yang Digunakan
  Alat            :      Grinding Motor,  Ultrasonic  Cleaner,  Stone,  Rubber,                                    Carborundum Disk, Ceramic  Carborundum. (Gambar II.1)
  Bahan       :      Polyethylene Glycol dan Pasta Polishing  (Gambar II.2)     
                                




             


Gambar II.1.  Alat yang digunakan :  a. Grinding Motor,   b. Ultrasonic Cleaner,                     c. Stone,  d. Rubber,  e. Carborundum disk,  f. Ceramic Carborundum, (TOC                         Laboratory Catalogue, 2014).








        
         Gambar II.2. Bahan yang digunakan : a. Polyethylene Glycol, b. Pasta Polishing,     (TOC Laboratory Catalogue, 2014).

II.4.2. Prosedur Pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik
a)     Sisa  bahan  tanam  yang  melekat pada hasil casting kerangka logam           dibersihkan dengan alat sandblasting dengan menggunakan         Aluminium Oxide 250µm dengan tekanan 2-3 bars  (Gambar II.3).
b)     Setelah dilakukan sandblast, sprue dan ventilasi pada kerangka           logam dipotong dengan carborundum disk, (T-Separating discs).           Pemotongan dilakukan  pada  bagian  yang  sedekat  mungkin      dengan  rangka logam  (Gambar II.4).
c)     Bagian kerangka logam yang tajam pada permukaan dihilangkan       dengan stone, (abrasive stone) (Gambar II.5).
d)     Selanjutnya permukaan kerangka logam yang kasar dihaluskan         dengan ceramic bonded carborundum (warna cokelat dan merah          muda (Gambar II.6).
e)     Setelah permukaan kerangka logam halus, kerangka logam     dipulas dengan rubber, (warna cokelat, atau hijau) (Gambar II.7).
f)      Kemudian untuk menghilangkan guratan pada kerangka logam          digunakan brush dengan menggunakan bahan polyethylene glycol       sedangkan untuk menghasilkan permukaan yang berkilau pada         kerangka logam digunakan softbrush dengan bahan polishing        (Gambar II.8).
g)     Setelah permukaan kerangka logam berkilau, sisa residu pada            kerangka logam dibersihkan dengan ultrasonic cleaner.
h)     Selanjutnya kerangka logam siap dicoba pada model (Gambar             II.9).











Gambar II.3. Hasil casting kerangka                          Gambar II.4. Pemotongan sprue logam dilakukan sandblast (Carr, 2011).          Kerangka  logam dengan  memakai                                               carborundum disk  (Renvert, 2008).












                
Gambar II.5. Menghilangkan bagian yang               Gambar II.6. Bagian kerangka logam  tajam  pada  kerangka  logam  dengan                                                                 yang   kasar   dihaluskan  dengan
menggunakan  abrasive stone (Renvert,                  menggunakan ceramic carborundum
2008).                                                                    (Renvert, 2008).













Gambar II.7.  Kerangka  logam  dihaluskan             Gambar II.8. Kerangka logam  dipulas
dengan  rubber (Renvert, 2008).                             dengan  softbrush (Renvert, 2008).




                       
                                               





                        Gambar II.9.  Kerangka logam selesai di pulas                                                                    (Mozartha, 2010).


BAB III
PEMBAHASAN    
    
            Gigi tiruan kerangka logam adalah satu jenis gigi tiruan lepasan yang dibuat dari logam tuang, mempunyai komponen yang terdiri dari basis, sadel, retainer langsung, retainer tidak langsung, konektor utama, konektor tambahan. Konektor tambahan terbuat dari logam tuang beserta anasir gigi tiruan yang terbuat dari akrilik atau porselen (Prabowo, 2008). Menurut (Renu dkk, 2010) bahwa kerangka logam gigi tiruan lebih menguntungkan dari pada  gigi tiruan akrilik. Karena kerangka logam mempunyai struktur lebih kuat, tahan terhadap  tarnish  dan korosi, modulus elastisitas tinggi, tidak menyerap air, rigid, bisa dibuat tipis, memiliki conector yang kecil dan pada rahang bawah lingual  barnya kecil sehingga lebih higenis.  Jadi, penggunaannya bisa lebih tahan lama dan penderita lebih nyaman memakainya.                                                                                Salah satu tahap pembuatan kerangka logam gigi tiruan adalah polishing. Polishing (pemulasan) merupakan tahap penyelesaian yang sangat penting dari kerangka logam gigi tiruan. Pemulasan kerangka logam gigi tiruan ada dua cara yaitu, Pemulasan secara mekanik (mechanical polishing) dan pemulasan secara elektrik (electro polishing) (Dubravka dkk, 2003). Pemulasan kerangka logam  gigi  tiruan  adalah  proses menghilangkan sebagian partikel logam dengan cara menggerinda  untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan pada permukaan  logam yang terjadi  dari  proses  pekerjaan sebelumnya yang dapat  mempengaruhi   fungsi   dan   penampilan (Park, 2014).
   Pemulasan mekanik meliputi gerinda, dan proses mengilapkan untuk meningkatkan fungsional serta estetik (Park, 2014). Pemulasan secara mekanik kerangka logam gigi tiruan dimulai dengan melakukan sandblasting dengan menggunakan Al2O3 (Aluminium Oxide 250µm) dengan tekanan 2-3 bars untuk membersikan sisa bahan tanam yang masih menempel pada hasil kerangka logam. Setelah kerangka logam bersih dari sisa sisa bahan tanam, dilakukan pemotongan sprue dan bekas ventilasi dengan menggunakan carborundum disk, (T-Separating discs). Pemotongan sprue  dilakukan  pada  bagian  yang  sedekat  mungkin  pada  rangka logam supaya bentuk kerangka logam kembali seperti sebelum dipasang sprue. Untuk menghaluskan bekas sprue, permukaan yang tajam dan kasar pada kerangka logam, akibat bekas pemotongan sprue, dengan menggunakan stone, (abrasive stone) yang dipasang pada grinding motor. Dilanjutkan dengan menggunakan ceramic carborundum, (warna cokelat dan merah muda). Selanjutnya kerangka logam dikembalikan pada model kerja, tahapan ini dipasangkan dengan hati-hati supaya kerangka logam tidak menggores model kerja. Semua logam yang menghalangi arah   pemasangan dihaluskan menggunakan stone, (abrasive stone). Rangka logam gigi tiruan yang baik harus dapat dipasang sesuai pada model. Setelah disesuaikan pada model, tahap akhir dari pemulasan  kerangka logam gigi tiruan adalah penyelesaian dengan memakai rubber, (warna cokelat, atau hijau).  Pada waktu menghaluskan dengan rubber, tidak boleh menimbulkan panas yang tinggi pada permukaan, hal ini akan menyebabkan distorsi. Setelah halus menggunakan softbrush wheels dengan bahan polyethylene glycol, bahan ini berguna untuk menghilangkan guratan yang disebabkan penggunaan rubber. Setelah halus dikilapkan dengan menggunakan  softbrush  wheels  dengan bahan poles pasta polishing. Setelah hasil kerangka logam gigi tiruan berkilauan, sisa residu pada kerangka logam siap dibersihkan dengan ultrasonic cleaner. Setelah selesai dipulas tahap yang terakhir yaitu mengembalikan kerangka logam gigi tiruan lepas pada model, dan hasil kerangka logam diperiksa apakah tidak terjadi distorsi selama prosedur pemolesan (Rodrigues, 2013 dan Carr, 2011).






BAB IV
PENUTUP

IV.1. Kesimpulan
            Prosedur pemulasan kerangka logam gigi tiruan secara mekanik di awali  dengan  pemotongan sprue dengan menggunakan carborundum disk, menghaluskan kerangka logam dengan abrasive stone dan ceramic carborundum, dilanjutkan mengkilapkan kerangka logam dengan menggunakan rubber dan softbrush.

IV.2. Saran
            Pemulasan gigi tiruan kerangka logam secara mekanik harus berhati-hati, dan tidak menimbulkan panas supaya tidak terjadi distorsi pada kerangka logam.




DAFTAR PUSTAKA

Arcelino F.N, Renata S.G.S, Alexandre C.D, André U.D.B, dan Adriana     F.P.C. 2012, Ethics in the provision of removable partial dentures,             Braz J Oral Sci, vol.11, no.1, pp.19-24.
Bassam A. 2008,  Effect  of   Different   Dental   Materials   on   the             Surface Roughness of Acrylic Resin, MDJ, vol.5, no.3,  pp.281-285.
Bortun, C.M, Brandusa G,  Nicolae G, Lavinia A, dan Laura C. R. 2012.      Surface Characterization of Some CoCrMo Alloys Used in RPD         Technology. REV. CHIM. (Bucharest), vol.63, no.9, pp.907-910.
Carr A.B. 2011, McCracken’s Removable Partial Prosthodontics, 12th ed, Elsevier, Mosby, pp.264-268.
Collins S. 2013, General Laboratory Products, TOC Laboratory Catalogue,                        England, pp.8-14.
Deadwood D. 2008, Denture Types, Retrienved Juli 9, 2014. From:            http://www.deadwooddental.com/partial.html    diakses 4:45 PM.
Dobrev T. 2006, Electro-Chemical Polishing  a Technique For Surface       Improvements After Laser Milling, Tesis, Cardiff University, Cardiff.
Dubravka K.Z. 2003, Laboratory  Fabrication  Procedures of  a  Metal          Partial Denture Framework, Acta Stomat Croat, vol.37, pp.95-98.
Fahad  A. 2012, Bond Strength of Poly (methyl methacrylate) Denture       Base   to cast Titanium and Cobalt-Chromium Frameworks of            Different Designs, Life Science Journal, pp.611-616.

Gunadi A.H. dkk.1995, Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan, Jilid II,                       Hipokrates, Jakarta, pp. 373-393.
Kim D, Park C, Yi Y, dan Cho L. 2004, Comparison of Cast Ti-Ni Alloy         Claps Retention With Conventional Removable Partial Denture          Claps, J Prosthet Dent, vol.91,no.4, pp. 374-382.
Kivovics P. 2014,  Odontotechnology,  Retrienved  September 13,  2014.                From: http://www.begovirtualacademy.com/odontotechnology.
html  diakses 2:18 PM.
Mozartha M. 2010, Macam Gigi Tiruan, Retrienved Juli 9, 2014. From:            http://www.klikdokter.com/gigimulutl.html diakses 4:49 PM.
No Name. 2014,Cast Partial Denture, Retrienved September 13,  2014.                 From: http://www.authorstream.com/castpartialdenturepresent.
.html diakses 2:21 PM.
Osvaldo B.L, Hamilton P, Osvaldo Z, dan Taˆnia B.C.S.  2004,  Effect of                  Casting   Technique   on  Surface  Roughness and Consequent                    Mass  Loss  After Polishing Of NiCr and CoCr Base Metal  Alloys   A Comparative Study With             Titanium, J Prosthet Dent, pp.274-277.
Park H. 2014, Electropolishing Versus Mechanical Polishing, Retrienved Juli 9, 2014. From: http://Delstar.com//ElectropolishingvsMecha nicalPolishing_DelstarMetalFinishingInc.html diakses 4:37 PM.
Prabowo T. 2008, Desain Cangkolan Pada Gigi Tiruan Kerangka Logam   Dalam Usaha Mendapatkan Retensi Gigi Tiruan, Tesis, Universitas    Sumatera Utara, Medan.

Renu T. 2010, Denture Base Materials From Past to Future, Indian Journal of Dental Sciences, vol.2, no.2, pp.33-39.
Renvert. 2008, Model Casting Technique Analysis, Planing and      Manufacture,  Dental Technology Team, Germany,  pp.30-34.
Reza F. 2012, Evaluation of Physical Properties and Casting Accuracy of Chrome-cobalt Alloys with Different Casting Systems and     Investments, Journal of Physical Science, vol. 23, no.2, pp.91–102.
Rodrigues, J.S. 2013, Polishing of Cast Metal Denture Frameworks An      Alternative Technique, Journal of Nepal  Dental Associstion, vol.13,                     no.1, pp.112-113.
The  Academy of  Prosthodontics. 2005,  Glossary of Prosthodontic Terms,            J Prosthet Dent, vol.94, no.1, pp.38-40.
Yoshida E, Kenji F dan Yoshimasa I. 2011, A follow-up study on     removable partial dentures in undergraduate program: Part I.     Participants and denture use by telephone survey, J Med Dent,             vol.58, pp.61-67.




Angga Nurunda Putra
Universitas Airlangga Surabaya 
Juny-2015